Masuk ITB 55 juta? Yakin?

Tahun ini, untuk calon mahasiswa baru angkatan 2011, ITB mengeluarkan peraturan baru yang agaknya dipandang cukup kontroversial. Tahun ini, ITB tidak mengadakan seleksi mandiri, atau yang biasa dikenal orang sebagai USM ITB. Kenapa? Hmm, saya hanya bisa mengira-ngira. Ada peraturan, yang saya lupa tepatnya, yang menyatakan bahwa ujian mandiri untuk masuk universitas negeri tidak boleh mendahului pelaksanaan SNMPTN. Hal ini, kalau menurut saya sih, mungkin membuat orang-orang di rektorat jadi berpikir lebih dari dua kali dan akhirnya menghapus pengadaan USM. Apa gunanya mengadakan ujian mandiri kalau yang pintar-pintar (dan beruntung) pasi bisa masuk SNMPTN? Lagipula soal USM kan, kabarnya, lebih sulit dari SNMPTN, kalau SNMPTN saja nggak lulus, gimana mau lulus USM? Eh tapi ini hanya pemikiran saya saja lho. Agak suudzon sih, maaf ya kampusku.

Banyak respon, positif maupun negatif, terhadap ITB 100% SNMPTN ini. Banyak yang merasa lebih pede ikut USM yang kecewa karena harus ikut SNMPTN, tapi banyak juga yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang senang karena artinya peluang masuk ITB makin besar. Saya juga termasuk orang yang senang dengan kebijakan ini, karena saya sendiri masuk ITB lewat SNMPTN. Lalu beberapa hari yang lalu, seorang teman menulis di twitter bahwa Biaya Pendidikan yang dibayar di Muka untuk angkatan 2011 adalah Rp 55.000.000,00. Karena tidak percaya, saya langsung mengecek ke situs usm.itb.ac.id, dan ternyata kabar itu memang benar. Saya langsung merasa patah hati. Ini sih sama aja USM 100%, pikir saya waktu itu. Dengan keputusan ini artinya semua yang mau ikut SNMPTN secara otomatis harus punya 55 juta buat bayar BPM.

Kemarin pagi, saya iseng buka lagi website yang isinya jadi kontroversial itu. Baca pelan-pelan per poin, lalu menemukan sesuatu. Ternyata, ITB menetapkan aturan subsidi untuk pembayaran si lima puluh lima juta itu. Menurut yang saya baca di situ, ITB akan menyediakan subsidi, subsidi BPM udah kayak subsidi BBM aja, yang besarnya bervariasi, berdasarkan kemampuan ekonomi orangtua. Besar subsidi antara 25%, 50%, atau 75%. Fiuuhh, saya kembali bernafas lega.

Memang kesannya saya agak nggak adil, lega karena ada subsidi dan bukannya BPM nol rupiah. Teori saya sih begini, anak-anak yang orangtuanya benar-benar tidak mampu dan anak-anak yang memang pintar akan lebih mudah mendapatkan beasiswa apapun itu (BIUS, Bidik Misi, dkk) dan tidak perlu membayar BPM. Bahkan ada jatah minimal 20% BPM nol rupiah untuk yang, istilahnya, ekonomi lemah. Yang jadi masalah itu kan justru kaum nanggung-nanggung, pinternya nanggung, ortunya nggak kaya tapi nggak miskin, lulus SNMPTNnya hoki, kayak saya, beasiswa sulit, bayar mahal nggak mau. Dengan kebijakan ini, menurut saya sih, semua pihak terpuaskan. Tinggal gimana mau repot untuk berjuang mendapatkan subsidi BPM ini (baca: ribet ngumpulin slip gaji ortu dsb).

Semangat ya calon angkatan 2011! Selama niatnya baik, insyaAllah ITB terbuka lebar buat kalian. Takut gagal ujian? Tinggal belajar dan berdoa. Takut bayar mahal? Ada beasiswa, ada subsidi, tinggal pilih mau ribet atau bayar mahal. 🙂